Minggu, 04 Maret 2012

.




III.1.A .  Golongan Bahasa

Para ahli sejarah dan bahasa memperkirakan semua bahasa didunia sekarang ini berpangkal ke lembah Babilon ( Efrat dan Tigris ), dari sisi pecah menjadi empat rumpun besar dan menyebar ke seluruh dunia.

Ke utara membentuk rumpun bahasa Eropah;
Ke timur laut membentuk rumpun bahasa Mongol ( Cina, Jepang, Taiwan, dsb).
Ke barat membentuk rumpun bahasa Indo Samite;
Ke selatan membentuk rumpun bahasa Indo Arya.

Sedangkan bahasa al-Qur’an ini adalah bahasa yang diciptakan oleh Allah untuk menyatakan kesadaran-Nya, yaitu ilmu-Nya. 

Bahasa al-Qur’an adalah satu bahasa ciptaan Allah untuk mengajarkan ilmu-Nya. 

Dimana perubahan dialek dari Nur keberbagai dialek yang lain adalah akibat pergeseran iman menjadi kufur. 

Tetapi tetapnya dipakai dialek Nur belum berarti bahwa kesadarannya itu tetap Nur dan atau tidak bergeser kedalam kekufuran seperti golongan jahiliyah yang tetap berdialek Nur. 

Untuk sudahnya, guna melukiskan yang demikian, kita sket sebagai berikut.






Demikianlah masalah golongan bahasa al-Qur’an. Persoalan selanjutnya adalah pembahasan , bentuk bahasa al-Qur’an.



III.1.B .  Bentuk bahasa al-Qur’an

Manusia berdasar pengalamannya, menganggap persoalan bentuk bahasa ada 4 macam yaitu bahasa percakapan, bahasa tulisan, bahasa nyanyian dan bahasa Morse/perlambang.

Bahasa percakapan ialah jumlah ucapan yang dilakukan oleh manusia secara langsung didalam pergaulan hidup sehari hari , yang bersifat dan kadangka bercerita , kesemuanya dengan lisan, dan sangat tergantung kepada tekanan-tekanan suara , tetapi bukan bernyanyi untuk mana tata bahasa hampir – hampir di abaikan sama sekali.

Bahasa Tulisan , ialah jumlah sebutan yang dilakukan oleh manusia melalui tulisan, misalnya yang terdapat didalam berbagai buku, majalah-majalah dan surat kabar, dsb. Yang didalam memberi/mengartikan maknanya sangat tergantung kepada kamus dan tata bahasa. Mengartikan makna bahasa tulisan yang dititik beratkan kepada tata bahasa dinamakan penafsiran grammer ( gramatically ). 

Sedangkan memandang  bahwa setiap perkataan didalam satu kalimat dan setiap kalimat didalam bahasa tulisan ialah suatu mata rantai didalam keseluruhannya, maka mengartikan bahasa tulisan menurut model ini dinamakan penafsiran sistematik ( sistematically).

Bahasa nyanyian ialah jumlah ucapan yang dilakukan oleh manusia didalam alunan suara berlagu dimana arti kata dan tata bahasa hampir-hampir lepas sama sekali. Arti maksud sebenarnya dari bahasa syair/nyayian seolah-olah tidak tergantung kepada arti sama tetapi sangat ditentukan oleh alunan lagu/irama menjadi mempermainkan sentimenral  dari subyektivisme menjadi terlena tidak karuan.

Bahasa Morse / perlambang, ialah jenis/jumlah sebutan atau ucapan yang menyatakan arti dan maksudnya melalui alat, misalnya untuk lingkungan pramuka,  mempergunakan berbagai model gerak tangan, bendera, topi, dll. 

Untuk lingkungan komunikasi misalnya mempergunakan bunyi/suara panjang pendek dengan berbagai kombinasi. Dan lingkungan kimia mempergunakan huruf sebagai singkatan dari suatu perkataan, juga untuk lingkungan ilmu pasti mempergunakan berbagai bentuk huruf dan sudut, sedangkan untuk lingkungan statistik mempergunakan berbagai model grafik, dsb. 

Dalam hubungan ini setiap ucapan hanya dimengerti oleh lingkungan tertentu dan lingkungan umum yang tidak pernah mempelajarinya pasti tidak akan mengerti.

Dalam hubungan ini, untuk bentuk bahasa al-Qur’an, timbul pertanyaan, apakah bahasa al-Qur’an menurut sunnah Rasul ini satu bahasa percakapan atau bahasa tulisan ataukah bahasa nyanyian?

Dan kenyataan para qurra yang menyanyi-lagukan bacaan al-Qur’an didalam berbagai perlombaan menyanyikan al-Qur’an, dinamakan Musabaqah Tilawatil Quran, dapatlah digolongkan bahwa mereka menganggap bahasa al-Qur’an adalah bahasa nyanyian?! Dan jikalau bukan demikian, mengapa dinyanyikan ?! 

Dan coba nyanyikan arti terjemahannya !, tentu yang mendengarnya akan terpingkal-pingkal ! Disini bukan mengejek isi/maknanya tetapi lucunya diri pribadi qurra itulah yang ditertawakan.

Al-Qur’an , surat Haqqah ayat 38 – 43 menjawab yang bentuk bahasa al-Qur’an demikian :






falaa uqsimu bimaa tubshiruuna.  


                  
38. “Tidak ada penggolongannya terhadap apa dengan mana kalian hidup bersikap dan berpandangan itu kecuali satu pilihan dzulumat ms syayathin apapun”.

[69:38] Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat.




wamaa laa tubshiruuna           

39. “Juga tidak ada pembagiannya terhadap apa dengan mana kalian tidak sudi hidup berpandangan dan bersikap, yaitu alternatif Nur ms Rasul manapun”.

[69:39] Dan dengan apa yang tidak kamu lihat.


innahu laqawlu rasuulin kariimin          

40. “Sungguh yang demikian adalah satu bentuk percakapan ( satu ajaran dalam bentuk bahasa percakapan) menurut satu sunah Rasul sebagai pola kehidupan bahagia”.

[69:40] Sesungguhnya Al Qur'an itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia,



wamaa huwa biqawli syaa'irin qaliilan maa tu/minuuna.   

                 
41. “Dan yang demikian bukanlah model/bentuk bahasa penyanyi, tetapi sayang, bahwa segelintir saja terhadap mana kalian sudi hidup berpandangan dan bersikap kapan sajapun”.

[69:41] dan Al Qur'an itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya.



walaa biqawli kaahinin qaliilan maa tadzakkaruuna       

         
42. “Juga yang demikian bukanlah modus/bentuk bahasa dukun ( yang oleh karena tidak pernah jelas membutuhkan satu juru tafsir), tetapi sayang, hanya segelintir belaka terhadap mana kalian sudi hidup sadar dalam keadaan apapun”.

[69:42] Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran daripadanya.


tanziilun min rabbi al'aalamiina

43. “Al-Qur’an ms Rasul ini adalah satu turunan ( dalam bentuk bahasa percakapan) dari pembimbing semesta kehidupan yang tiada tanding”.

[69:43] Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam.


Dengan pembuktian ini menjadi jelas bahwa bentuk bahasa al-Qur’an adalah bahasa percakapan yang, secara obyektif menurut sunnah rasul, tidak mungkin bisa dinyanyikan dengan tanpa menyampingkan/merusak arti dan maksudnya, juga tidak dapat difahami dengan semata-mata tata bahasa dan kamus saja. 

Dari itu maka kenyataan musabaqah tilawatil quran adalah salah satu diantara berbagai usaha yang dengan sadar ataupun tidak, bertujuan menghancurkan al-Qur’an ms Rasul dengan dalih mensyi’arkan islam, seperti sinyal surat Shaf ayat 8.